Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz Al Saud menyatakan bahwa rakyat Palestina memiliki hak atas Yerusalem Timur sebagai ibu kota mereka. Hal itu disampaikan Raja Salman di Riyadh ketika momentum KTT Luar Biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dihelat di Istanbul, Turki.
"Saudi menyerukan solusi politik untuk menyelesaikan krisis di kawasan, yang paling terpenting adalah masalah Palestina dan pemulihan hak-hak bagi rakyatnya, termasuk hak untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," kata Raja Salman, seperti dikutip dari laman Time of Israel, Kamis (14/12). Raja Salman yang berhalangan hadir dalam KTT OKI, menyampaikan pernyataan itu pada saat pembukaan pertemuan Dewan Konsultatif tahunan di Riyadh. Dia pun menambahkan akan memperbarui sanksi terhadap Amerika Serikat atas pengakuan Donald Trump tentang status Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Sanksi diberikan kepada AS merupakan bias ekstrem terhadap hak-hak rakyat Palestina di Yerusalem yang telah dijamin oleh resolusi internasional," paparnya. Meski demikian, Raja Salman tidak memberi pernyataan Saudi memberi dukungan bagi Israel untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kotanya. Sementara itu di Istanbul, dalam KTT OKI, para pemimpin negara Muslim, termasuk pemimpin Turki, Yordania, Iran, Mesir, Saudi, dan UAE menyerukan penolakan terhadap keputusan tersebut. Bahkan, OKI juga membuat pernyataan resmi bahwa Yerusalem Timur merupakan ibu kota Palestina. OKI juga menyerukan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengakhiri pendudukan Israel di Palestina dan menyatakan pemerintahan Presiden Donald Trump bertanggung jawab atas segala konsekuensi dari keputusannya.
0 Comments
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Guerend membantah pernyataan sejumlah media asing yang mengatakan ada beberapa negara anggota UE yang diam-diam mendukung pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengenai status kota Yerusalem.
Dia menegaskan UE berada di posisi yang sama dengan Indonesia terkait masalah Yerusalem. "Seluruh negara UE mengambil satu suara yakni mengecam pengakuan AS perihal status Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Dalam hal ini, kami berada di pihak yang sama dengan Indonesia," kata Guerend saat menggelar jumpa pers di kediamannya, di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan, Selasa (14/12). Sama dengan Indonesia, Guerend pun menyatakan bahwa UE mendukung Solusi Dua Negara diterapkan oleh Palestina dan Israel untuk menyelesaikan krisis Yerusalem ini. "Kami menilai bahwa Palestina berhak untuk menjadi negara merdeka, berdaulat, dan memiliki kekuasaan untuk menentukan nasib dan kesejahteraan mereka," tukasnya.
Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berbicara melalui telepon pada hari Sabtu (9/12). Mereka menyatakan keprihatinan mereka atas dampak mendalam dan berbahaya, terkait keputusan Donald Trump yang menyatakan Yerusalem sebagai ibukota Israel. Termasuk memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.
Kedua pemimpin negara tersebut sepakat mulai berusaha meyakinkan pemimpin AS agar bisa memikirkan kembali keputusan kontroversialnya, yang diumumkan pada hari Rabu (6/12). Erdogan yang paling mengkritik langkah kontroversial tersebut. Pekan lalu Erdogan mengancam akan sampai memotong hubungan dengan Israel. Dalam pidato yang dibuat pada hari Sabtu (9/12), pemimpin Turki tersebut menambah kritikannya terhadap Israel, yang mencap sebagai keadaan penduduk yang menggunakan teror terhadap orang-orang Palestina. Emmanuel Macron juga mengutuk keputusan tersebut, dan menyebut keputusan yang patut disesali. Macron menyatakan bahwa keputusan itu bertentangan dengan hukum internasional dan semua putusan Dewan Keamanan PBB. "Status Yerusalem adalah masalah keamanan internasional yang menyangkut seluruh masyarakat internasional. Status Yerusalem harus ditentukan oleh orang Israel dan Palestina dalam perundingan di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata Macron, seperti dilansir dari Al Araby, Minggu (10/12). Macron sudah membentuk hubungan dekat dengan pemerintahan Trump sejak dia menjabat. Macron dilaporkan menelepon presiden AS awal pekan ini agar bisa mencegahnya dari keputusannya Yerusalem.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak bertemu Wakil Presiden AS Mike Pence saat orang nomor dua di AS itu berkunjung ke Timur Tengah akhir bulan ini. Alasannya terkait keputusan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Keputusan tersebut diumumkan menteri luar negeri Palestina, Sabtu (9/12). Keputusan Trump membuat kondisi saat ini memanas antara Israel dan Palestina. Seorang pejabat senior Palestina mengatakan bahwa anggotanya tidak akan menerima Pence di wilayah Palestina dan meminta para pemimpin Arab untuk tidak bertemu dengan wakil presiden tersebut, seperti dilansir dari The Hill. Selain Presiden Palestina, Gereja Koptik Mesir juga menolak permintaan rapat dengan Pence karena keputusan Trump. Kepala Gereja Koptik Mesir Paus Tawadros II membatalkan pertemuan dengan Wakil Presiden AS Mike Pence di Kairo akhir bulan ini. Keputusan itu memprotes pengakuan Presiden AS Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Sehari sebelumnya, ulama Muslim Mesir yang juga kepala al-Azhar, Ahmed al-Tayeb menolak bertemu dengan Pence. "Keputusan Presiden AS Donald Trump tidak memperhitungkan perasaan jutaan orang Arab," kata juru bicara gereja tersebut dalam sebuah pernyataan online seperti dilansir dari Al Araby, Minggu (10/12). "Gereja Ortodoks Koptik Mesir menolak menerima Wakil Presiden Amerika Mike Pence", kata dia. Pihaknya akan berdoa agar ada kebijaksanaan untuk menangani semua masalah yang mempengaruhi perdamaian bagi rakyat Timur Tengah. Gereja Ortodoks Mesir mengecam pengakuan AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Langkah ini bertentangan dengan semua kesepakatan internasional di Yerusalem, dan akan muncul risiko yang bisa berdampak negatif terhadap stabilitas Timur Tengah dan seluruh dunia," kata gereja tersebut memperingatkan. Orang-orang Kristen Koptik Mesir berjumlah sekitar 10 persen dari 93 juta orang di negara itu, dan merupakan agama minoritas terbesar di wilayah ini.
Ribuan simpatisan serta kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS) memadati Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, untuk melakukan aksi damai bela Palestina menyusul sikap Presiden Amerika Serikat, Donald Trump yang mengakui Yerusalem menjadi ibu kota Israel. Dalam aksi tersebut, massa menuntut agar Donald Trump mencabut pernyataannya tersebut.
Dalam orasinya, Presiden PKS, Sohibul Iman menyampaikan pihaknya tidak akan tinggal diam melakukan aksi protes sampai Jerusalem tidak jatuh ke tangan Israel. Dia mengatakan, salah satu upaya protes PKS adalah memboikot segala produk yang berasal dari Amerika Serikat. "Di era demokrasi instrument-instrumen untuk menekan selama tidak ada anarkisme kita akan menekan pemerintah Amerika Serikat, PKS akan boikot produk-produk Amerika," ujar Sohibul di hadapan ribuan masa di depan halaman Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta Pusat, Minggu (10/12). "Boikot produk-produk Amerika itu adalah opsi yang kami pikirkan," imbuhnya. Berdasarkan pantauan merdeka.com, dalam aksi bela Palestina itu, PKS pun melakukan aksi penggalangan dana. Nantinya, donasi tersebut akan dikirim ke Palestina. Sementara itu, penggalangan dana sejak pagi tadi hingga pukul 10.50 WIB, donasi telah terkumpul Rp 150 juta. |
Categories
All
Archives
December 2017
|