Jelang perayaan Hari Natal 2017 dan pergantian Tahun Baru 2018, polisi terus menggelar Operasi Cipta Kondisi. Termasuk di tempat hiburan malam, seperti rumah karaoke keluarga maupun yang menyajikan hiburan plus alias tarian telanjang.
Seperti yang dilakukan dari unit Asusila Subdit Renakta (kekerasan anak dan wanita) Ditreskrimum Polda Jawa Timur, Rabu (19/12) malam kemarin melakukan penggerebekan di sebuah tempat karaoke Doremi di Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur. "Tempat karaoke yang digerebek anggota Polda Jatim ini karena melanggar tindak pidana perbuatan cabul, sebagaimana diatur 296 KUH Pidana. Dalam kasus itu, ada dua orang diamankan, mami dan papinya (muncikari)," kata Kasubbid PID Polda Jawa Timur AKBP Hengky, Jumat (22/12). Modus dilakukan tersangka A berusia 31 tahun dan NH berusia 40 tahun yang sebagai muncikari ini menawarkan seorang teman pemandu lagu atau LC pada pria hidung belang. Selain itu, kedua tersangka itu juga mengungkapkan, LC itu juga bisa dibooking untuk melakukan tarian erotis yakni striptease alias telanjang. "Bahkan, LC ini juga bisa dibooking untuk diajak melakukan hubungan layaknya suami istri," ujar dia. Dalam penggerebekan itu, polisi telah mengamankan barang bukti berupa kondom, uang lebih dari Rp 8 juta dan pakaian dalam. Secara terpisah Kasubdit Renakta Polda Jawa Timur AKBP Rama Samtama Putra mengungkapkan, barang bukti yang diamankan itu milik tersangka dan muncikari dan LC. Untuk memesan para LC yang menyajikan tarian erotis, para pria hidung belang harus merogoh kocek mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 1,5 juta. "Kalau hanya tarian striptease tarifnya itu Rp 1 juta. Sedangkan kalau booking diajak hubungan badan tarifnya bisa sampai Rp 1,5 juta. Tersangka A ini sendiri mendapat bagian Rp 200 ribu, sedangkan NH Rp 300 ribu, untuk setiap kali booking," ujarnya.
0 Comments
Presiden Palestina, Mahmud Abbas, menyambut baik resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mendesak agar Amerika Serikat menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Sebanyak 128 negara mendukung resolusi tersebut.
"Keputusan ini menegaskan kembali bahwa rakyat Palestina mendapat dukungan dari hukum internasional dan tidak ada keputusan dari pihak manapun yang dapat mengubah kenyataan ini," kata Abbas melalui sebuah pernyataan dari juru bicaranya, seperti dikutip dari laman Channel News Asia, Jumat (22/12). Abbas menambahkan bahwa Yerusalem adalah wilayah yang diduduki oleh Israel berdasarkan hukum internasional. Dia pun akan melanjutkan upaya memperjuangkan Palestina untuk mendapat dukungan tidak hanya dari PBB tetapi juga dari negara lain. "Kami akan melanjutkan usaha kami di PBB dan semua forum internasional untuk mengakhiri pendudukan dan menciptakan sebuah negara Palestina dengan ibu kota di Yerusalem Timur," tegasnya. Sidang Majelis Umum PBB dilakukan kemarin setelah Dewan Keamanan PBB mengambil pemungutan suara dari negara anggota. Ada 14 negara yang mendukung agar AS mencabut pengakuan soal status Yerusalem dalam rapat DK PBB Senin lalu tersebut. AS pun memveto rancangan resolusi tersebut. Dalam sidang Majelis Umum PBB ini, 128 negara mendukung resolusi tersebut sementara sembilan lainnya menolak. Ada 35 negara memutuskan abstain dalam sidang tersebut.
Presiden AS Donald Trump mengancam akan memotong bantuan Amerika Serikat kepada negara-negara yang menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
"Mereka mengambil ratusan juta dolar bahkan miliaran dolar, dan kemudian mereka memberikan suara menentang kita," kata Trump, seperti dilansir dari Haaretz, Jumat (22/12). "Baiklah, kita melihat suara itu, biarlah mereka memilih melawan kita, kita akan menghemat banyak, kita tidak peduli," tambahnya. Namun rupanya ancaman tersebut tidak memberi pengaruh besar. Buktinya, dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebanyak 128 negara menolak mengakui keputusan Trump soal Yerusalem. Padahal beberapa dari negara tersebut merupakan penerima bantuan dana AS terbesar. Berikut adalah daftar negara penerima dana bantuan AS yang mendukung pengambilan suara di Majelis Umum PBB: Afganistan USD 4.7 triliun (Rp 63.7 triliun) Mesir USD 1.4 triliun (Rp 18.9 triliun) Irak USD 1.14 triliun (Rp 15.4 triliun) Yordania USD 1 triliun (Rp 13.5 triliun) Pakistan USD 742.2 juta (Rp 10 triliun) Kenya USD 626.4 juta (Rp 8.4 triliun) Nigeria USD 606.1 juta (Rp 8.2 triliun) Tanzania USD 575.3 juta (Rp 7.7 triliun) Ethiopia USD 513.7 juta (Rp 6.9 triliun)
Sebanyak 128 negara menentang Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan mendukung resolusi Majelis Umum PBB. Mereka mendesak agar Amerika Serikat menarik pengakuannya atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
Seperti dilansir dari Antara, dalam pemungutan suara, 128 negara menyatakan dukungan terhadap resolusi, sembilan negara menolak dan 35 lainnya abstain. Sebanyak 21 negara tidak memberikan suaranya. Ancaman Trump yang akan memutus bantuan keuangan terhadap negara-negara yang mendukung resolusi terlihat memberikan dampak pada hasil pemungutan suara. Pasalnya jumlah negara yang menyatakan abstain dan menolak resolusi lebih banyak dibandingkan dengan yang biasanya terjadi pada saat pemungutan suara digelar atas rancangan resolusi-resolusi yang berkaitan Palestina. Meskipun demikian, Washington dikucilkan oleh banyak negara Barat dan Arab sekutunya, yang memberikan suara dukungan terhadap resolusi. Beberapa di antara negara sekutu itu, seperti Mesir, Jordania dan Irak, merupakan penerima bantuan militer atau ekonomi dalam jumlah terbesar dari AS. Juru bicara Presiden Palestina Mahmoud Abbas menggambarkan hasil pemungutan suara itu sebagai 'kemenangan bagi Palestina'. Sebelumnya, Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan akan memindahkan kedutaan besarnya ke kota itu. Di mana diketahui, Yerusalem merupakan kota suci bagi Muslim, Yahudi dan Kristen. "Amerika Serikat akan mengingat hari ini, yaitu saat (AS) diincar di Majelis Umum hanya karena menjalankan hak kami sebagai bangsa berdaulat," kata Duta Besar AS untuk PBB, Nikki Haley, kepada 193 negara anggota Majelis Umum menjelang pemungutan suara digelar. "Kami akan mengingat ini, ketika kami diminta lagi menjadi penyumbang terbesar di dunia kepada Perserikatan Bangsa-bangsa, dan begitu banyak negara datang meminta kami, seperti yang mereka kerap lakukan, bahkan untuk memberikan lebih banyak lagi dan menggunakan pengaruh kami bagi kepentingan mereka," katanya.
Dalam rapat kabinet, Presiden Amerika Serikat Donald Trumpmengaku tengah mengamati negara-negara yang 'mengeroyok' Amerika Serikat pada rapat pengambilan suara di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) atau di sidang Majelis Umum.
Pada kesempatan itu, Trump pun mengancam akan memotong bantuan AS kepada negara-negara yang menolak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. "Untuk semua negara yang mengambil uang kami, kemudian mereka memberikan suara yang menentang kami di DK PBB atau di Majelis Umum nanti, kami akan mengawasi kalian," ucap Trump, dikutip dari Sputnik, Kamis (21/12). "Mereka mengambil ratusan juta dolar, bahkan miliaran dolar dan kemudian memberikan suara menentang kita. Baiklah, kita mengawasi pengambilan suara itu. Biarkan mereka menentang kita. Kita akan menghemat banyak uang. Kita tidak peduli," ancamnya. Ancaman Trump tersebut diumumkan setelah diadakan rapat DK PBB di New York pada Senin lalu. Saat itu, ke-14 negara anggota mendukung dokumen yang disusun Mesir soal status Yerusalem, sementara AS menentang dan mengeluarkan hak vetonya. Mendapat perlawanan, AS mengecam rancangan resolusi tersebut. Bahkan, Duta Besar Amerika untuk PBB, Nikki Haley menyebutnya sebagai penghinaan yang tak terlupakan. "Ini memalukan. Padahal kami sedang melakukan upaya perdamaian. Faktanya, hak veto ini diberikan untuk membela kedaulatan AS dan untuk mempertahankan peran AS dalam membangun proses perdamaian di Timur Tengah. Ini bukan sumber rasa malu bagi kami, tetapi untuk negara anggota DK lainnya," tegas Haley. |
Categories
All
Archives
December 2017
|